Selasa, 19 Februari 2013

Impor Beras Itu Menyakitkan Hati Petani

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang mampu mendukung pemenuhan kebutuhan pangan. Namun, keanekaragaman tersebut banyak yang tak termanfaatkan sehingga dalam soal pangan Indonesia justru tampak menyedihkan. Indonesia memiliki 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 75 jenis sumber lemak, dan 273 jenis sayuran.Namun, dengan sumber pangan melimpah, Indonesia masih harus mengimpor bahan pangan. Sepanjang 2012, impor beras sudah mencapai 1,95 juta ton, jagung sebanyak 2 juta ton, kedelai sebanyak 1,9 juta ton, daging sapi setara 900.000 ekor sapi, gula sebanyak 3,06 juta ton, dan teh sebesar 11 juta dollar.Sudah saatnya pemerintah menekankan perlunya kebijakan pangan cerdas dan berkeadilan. Masyarakat perlu diajak lagi untuk mengenal pangan lokalnya, seperti jenis umbi-umbian yang belakangan justru terbukti manfaatnya bagi kesehatan. Dalam soal antisipasi pada dampak perubahan iklim, Indonesia tidak hanya bisa bergantung pada produk asing, seperti benih impor. Indonesia perlu mengembangkan sumber daya alam yang dimiliki. Indonesia perlu memanfaatkan keanekaragaman hayati yang dimiliki untuk mendukung kebutuhan pangan. Sementara  langkah yang dilakukan Indonesia saat ini justru sebaliknya. Pangan diseragamkan dan lahan tempat tumbuhnya bahan pangan dibabat. "Di antaranya diubah menjadi deretan perkebunan sawit yang 80 persen untuk ekspor." Konsekuensi yang muncul dari langkah itu, masyarakat kesulitan mengakses bahan pangan secara mandiri. Pangan harus dibeli, bahkan dari wilayah yang jauh dari tempat tinggal.

Pengelolaan keanekaragaman hayati laut pun diperlukan. Saat ini, msumber protein laut banyak yang tak bisa dinikmati oleh rakyat. Sebagian sumber daya justru dicuri. Indonesia saat ini masih menjadi cerminan negara berkembang dengan permasalahan pangannya. Data mengungkap, 870 juta orang menderita kelaparan atau kurang gizi. Sebanyak 97,9 persen dari orang yang kelaparan hidup di negara berkembang dan 80 persen orang yang kelaparan justru terlibat langsung pada proses penyediaan pangan. 

Dari awal pemerintah memang tidak pernah berpihak kepada para pe­tani. Di saat produksi padi me­ningkat, pemerintah di bawah ko­ordinasi Menko Perekonomian me­lalui Kementerian Perda­ga­ngan dan Bulog malah ber­ko­la­borasi me­lakukan impor beras di akhir tahun ini sebanyak 700 ribu ton.“Angka itu 72 persen dari izin impor yang diberikan Ke­men­te­rian Perdagangan sebanyak 1 juta ton,.Tidak berhenti sampai di situ,  langkah peme­rin­­tah melalui Menteri Keuangan memangkas anggaran pertanian pada Anggaran Pendapatan dan Be­lanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 serta menolak Asu­ransi Petani dan Bank Pertanian.Belum lagi anggaran untuk per­tanian yang tidak lebih dari 4 persen atau Rp 53,9 triliun dari total belanja APBN 2012 sebesar Rp 1.435 triliun. “Terlihat jelas pemerintah sa­ngat tidak berpihak pada sektor pertanian. Mereka juga habis-habisan memasukkan berbagai impor pangan dan hor­tikultura,
Masyarakat sebe­narnya tidak memerlukan impor beras. Sebab menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), stok beras nasional sampai saat ini (2012 akhir) masih aman, dengan perkiraan produksi padi meningkat 4,87 persen menjadi 68,96 juta ton gabah ke­ring giling (GKG). Jika impor itu tetap dilakukan, ada kecurigaan per­mainan mafia yang mengun­tungkan pihak ter­ten­tu yang me­rugikan ma­sya­rakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar