Ketika seseorang menunaikan ibadah haji, salah satu cita citanya
adalah berdoa di Multazam. Ini adalah tempat yang paling mustajab untuk
berdoa kepada Allah. Multazam adalah satu tempat di dekat Ka’bah, antara
Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. Konon berdoa disini gampang dikabulkan
Allah. Dan hampir bisa dipastikan setiap orang yang berthawaf
menyempatkan diri untuk berdoa di Multazam ini. Adakah rahasia yang bisa
dijelaskan, kenapa berdoa di tempat ini demikian mustajab?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
Multazam menjadi tempat yang Mustajab. Yang pertama adalah faktor nabi
Ibrahim. Yang kedua faktor Hajar Aswad. Dan yang ketiga faktor jutaan
manusia yang berthawaf mengitari Ka’bah.
1. Faktor Nabi Ibrahim
Ibrahim menjadi salah satu faktor penyebab Multazam sebagai tempat
yang mustajab. Kenapa demikian? Karena nabi Ibrahim adalah orang yang
membangun Ka’bah itu, bersama nabi Ismail. Memang apa pengaruhnya?
Sangatlah besar pengaruhnya, sebab nabi Ibrahim adalah manusia yang
memiliki energi positip luar biasa besar yang kemudian menular ke
seluruh karya karyanya. Allah mengatakan di dalam QS. Shaad (38): 45
“Dan Ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishak, dan Ya’kub yang
mempunyai karya- karya besar dan ilmu pengetabuan (visi) yang jauh ke
depan”
Selain itu, Allah juga mengatakan bahwa nabi Ibrahim adalah hamba yang berhati lembut, seperti ayat berikut ini.
At Taubah (9) :114
“Dan permintaan ampun dari Ibrabim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak
lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada
bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah
musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”
Apa hubungannya hati yang lembut dan karya yang besar? Bahwa hati
yang lembut akan memancarkan cahaya dan aura yang positif. Semakin
lembut dan ikhlas seseorang, maka pancaran auranya semakin kuat sehingga
bisa meresonansi sekitarnya. Maka, seperti saya katakan bahwa dekat
dengan orang-orang yang soleh akan menyebabkan hidup dan hati kita
menjadi tentram.
Padahal kita tahu bahwa nabi Ibrahim adalah rasul yang memiliki
kualitas kepasrahan dan keikhlasan yang sangat tinggi. Sehingga oleh
Allah, beliau dijadikan teladan bagi manusia. Semua itu telah terbukti
ketika beliau diperintahkan untuk mengorbankan anaknya, nabi Ismail.
Semua itu dijalaninya dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan.
Manusia sekualitas nabi Ibrahim ini, pancaran energinya luar biasa
besarnya. Dengan dekat orang sesoleh beliau, bisa menyebabkan hati kita
menjadi ketularan alias teresonansi mengikuiti getaran frekuensi
hatinya. Terasa sejuk dan penuh kedamaian. Lingkungan dan tempat-tempat
khusus yang pernah menjadi lokasi aktivitas beliau pasti teresonansi
oleh energi beliau. Apalagi karya-karya yang langsung lahir dari tangan
beliau.
Ka’bah adalah karya Ibrahim. Maka, di dalam karya ini tersimpan
energi nabi Ibrahim yang sangat besar. Hal ini bisa dianalogikan dengan
batang besi yang digosok-gosok oleh magnet. Jika ada sebuah batang besi
biasa digosok-gosok magnet, maka batang besi biasa itu akan berubah
menjadi magnet juga. Meskipun, dalam kurun waktu tertentu kemagnetan itu
hilang kembali. Akan tetapi jika gosokan itu dilakukan berulang-ulang
selama kurun waktu yang panjang, maka besi biasa itupun akan menjadi
magnet yang permanen. Dia bisa menarik logam-logam seperti magnet yang
asli.
Demikian pula halnya dengan ka’bah. Karena Ka’bah adalah karya nabi
Ibrahim, dan kemudian menjadi tempat aktivitas beribadah selama
bertahun-tahun, maka Ka’bah itu menyimpan energi nabi Ibrahim yang
positif. Dekat dengan Ka’bah, seperti dekat dengan nabi Ibrahim. Kita
merasakan ketenangan dan kedamaian, lembut seperti sifat nabi Ibrahim
yang dipuji-puji oleh Allah itu.
Maka berdoa di dekat Ka’bah sangatlah besar manfaatnya. Jiwa kita
terbantu untuk menjadi khusyuk. Hati menjadi tenang dan fokus, pada saat
berdoa. Seringkali kita melihat orang berdoa di dekat Ka’bah tak mampu
membendung air matanya. Mereka menangis sesenggukan sambil menengadahkan
tangannya bermunajat kepada Allah. Hatinya menjadi lembut dan santun.
Hilang semua kesombongan dan keangkuhannya. Doa yang demikian adalah doa
yang ‘didengarkan’ oleh Allah, karena keluar dari hati yang paling
dalam.
QS Al a’raaf (7) : 55
“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
‘Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan dasar
dasar baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) :
ya Tuhanku kabulkanlah daripada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”
2. Faktor Hajar Aswad
Hajar Aswad, artinya Batu Hitam. Ia ditempatkan di sebuah lubang, di
salah satu pojok bangunan Ka’bah. Konon, batu hitam ini jatuh dari
langit. Dugaan saya, ini adalah sisa batu meteor yang memiliki kadar
logam sangat tinggi. Pada jaman dulu, kejadian seperti itu sering kali
terjadi. Bahkan di pulau Jawa, kita mendengar cerita, bahwa para empu
menjadikan batu meteorit itu sebagai bahan untuk membuat senjata,
termasuk keris, karena logamnya diketahui memiliki kualitas yang sangat
tinggi.
Memang ada yang mengatakan bahwa batu hitam itu adalah batu surga
yang dulunya berwarna putih. Kemudian menjadi hitam, karena menyerap
dosa-dosa manusia yang berthawaf. Akan tetapi cerita semacam ini tidak
memiliki dasar yang jelas, dan juga tidak ada sumber yang otentik. Batu
hitam itu, oleh nabi Ibrahim lantas dijadikan sebagai salah satu bagian
dari batu pondasi Ka’bah. Nabi Ibrahim bersama nabi Ismail memperoleh
perintah dari Allah untuk meninggikan dasar-dasar Ka’bah, untuk kemudian
menjadi pusat peribadatan pada jamannya, hingga kini.
QS. Al Baqarah (2) : 127
“Dan ingatlah krtika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa) : Ya Tuhanku, kabulkanlah daripada kami,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Apakah pengaruh batu hitam meteorit itu bagi kemustajaban doa
seseorang? Kalau hanya batu meteoritnya saja, barangkali tidak banyak
berguna untuk membantu kekuatan doa. Tetapi karena batu meteorit itu
menjadi bagian dari karya seorang Ibrahim, maka batu yang memiliki
konduktifitas elektromagnetik sangat tinggi itu menjadi sangat besar
peranannya. Lebih dari itu, batu hitam ini juga diletakkan pada lokasi
yang dipilih oleh Allah untuk bisa membangkitkan energi yang besar,
yaitu di atas pondasi Ka’bah.
Energi yang dipancarkan oleh nabi Ibrahim sepanjang interaksinya pada
waktu itu tersimpan di sistem bangunan Ka’bah. Apalagi pada saat usai
membangun Ka’bah itu beliau berdua berdoa mohon dikabulkan atau diterima
peribadatan mereka, seperti diungkapkan dalam ayat di atas. (Hal ini
akan saya terangkan lebih lanjut pada bagian berikutnya, sebagaimana
bangunan masjid yang ternyata menyimpan energi sangat besar dari
orang-orang yang shalat di dalamnya.)
Nah, disinilah Hajar Aswad berfungsi sebagai ‘pintu’ masuk dan
keluarnya energi Ka’bah, karena ia memiliki daya hantaran
elektromagnetik yang sangat tinggi. Energi Ka’bah mengalir deras dari
bagian ini ‘menyinari orang-orang yang berada di dekatnya. Meskipun
energi itu juga memancar dari bagian-bagian Ka’bah yang lain. Akan
tetapi, yang paling besar adalah yang terpancar dari Hajar Aswad. Karena
itu orang yang paling dekat dengan Hajar Aswad itulah yang akan
mengalami pengaruh paling besar. Di situlah letaknya Multazam.
Getaran gelombang doa kita itu tertuju ke arah Hajar Aswad, sehingga
terjadi kontak antara hati kita dengan sistern energi Ka’bah. Tetapi
harus kita pahami bukan karena Ka’bah itu kita berthawaf. Juga bukan
karena batu hitam, Hajar Aswad, melainkan sepenuhnya karena Allah.
Karena itu, ketika kita memulai berthawaf yang kita ucapkan adalah
Bismillaahi Wallaahu Akbar Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar. .
Suatu ketika seorang kawan saya menunaikan ibadah haji. Pada saat dia
shalat berjama’ah di masjid Al Haram, cuaca sedang hujan deras. Seusai
shalat, dia mengalami kejadian yang tidak bisa dia lupakan. “Pada waktu
itu, tiba-tiba ada petir menyambar,” katanya. Namun anehnya petir itu
tidak menyambar penangkal petir di gedung gedung tinggi di sekitar
Masjid Al Haram seperti yang ada di atas Hotel Hilton, misalnya
melainkan menyambar Ka’bah. Saya sempat terperanjat mendengar cerita
itu. Karena, secara Fisika ini menunjukkan kepada kita betapa dahsyatnya
konduktifitas Hajar Aswad itu dibanding kan dengan Platina yang berada
di ujung penangkal petir, di gedung gedung tinggi sekitar Ka’bah.
Semestinya, petir selalu menyambar benda tertinggi yang bisa
digunakannya untuk segera menjalar ke tanah. Disebabkan beda tegangan
yang besar antara awan dan bumi, maka petir ingin segera meloncat ke
bumi secepat-cepatnya. Karena itu, jika ada benda tinggi yang bisa
menyalurkan petir itu ke bumi maka ia pasti segera menyambarnya.
Maka, kejadian di atas memberikan informasi yang sangat meyakinkan
saya, bahwa Hajar Aswad memang memiliki tingkat konduktifitas yang luar
biasa. Karena itu, ia akan sangat berperan menjadi saluran ‘keluar
masuknya’ energi gelombang elektromagnetik dalam sistem energi Ka’bah.
3. Faktor Orang Berthawaf
Faktor penyebab besarnya gelombang elektromagnetik Ka’bah, salah
satunya adalah dikarenakan orang berthawaf. Kenapa orang yang berthawaf
menyebabkan munculnya gelombang elektromagnetik? Dan lantas apa
kaitannya dengan doa yang mustajab? Ada kaitan yang sangat erat antara
orang berdo’a dan gelombang elektromagnetik yang ada di sekitar Ka’bah.
Sesungguhnya, setiap perbuatan manusia selalu menghasilkan gelombang
elektromagnetik. Gelombang itu selalu memancar ketika kita melakukan apa
pun. Baik kita sedang berkata-kata, ataupun kita sedang berpikir,
apalagi sedang melakukan aktifitas fisik. Badan kita memancarkan energi
elektromagnetik.
Kenapa demikian? Karena tubuh kita ini memang merupakan kumpulan bio
elektron yang selalu berputar-putar di dalam orbitnya di setiap
atom-atom penyusun tubuh kita. Ketika kita berkata-kata, kita sebenarnya
sedang memancarkan gelombang suara yang berasal dari getaran pita suara
kita.
Ketika kita berbuat, kita juga sedang memantul-mantulkan gelombang
cahaya ke berbagai penjuru lingkungan kita. Jika tertangkap mata
seseorang, maka mereka dikatakan bisa melihat gerakan atau perbuatan
kita. Demikian pula ketika kita sedang berpikir, maka otak kita juga
memancarkan gelombang-gelombang yang bisa dideteksi dengan menggunakan
alat perekam aktivitas otak yang disebut EEG (Electric Encephalo Graph).
Jadi setiap aktifitas kita itu selalu. memancarkan energi.
Maka doa yang kita ucapkan itu juga memiliki kandungan energi.
Apalagi doa-doa yang kita ambil dari firman firman Allah di dalam Al
Quran. Energinya besar sekali, seperti telah kita diskusikan di bagian
sebelumnya.
Disisi lain, ternyata jutaan orang yang berthawaf mengelilingi Ka’bah
juga menghasilkan energi yang besar. Dari mana asalnya? Di dalam ilmu
Fisika kita mengenal suatu kaidah yang disebut Kaidah Tangan Kanan.
Kaidah Tangan Kanan mengatakan :
Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang
bergerak berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul
medan gelombang elektromagnetik yang mengarah ke atas.
Hal ini, dalam Kaidah Tangan Kanan, digambarkan dengan sebuah tangan
yang menggenggam empat jari, dengan ibu jari yang tegak ke arah atas.
Empat jari yang menggenggam itu digambarkan sebagai arah putaran arus
listrik, sedangkan ibu jari itu digambarkan sebagai arah medan
elektromagnetik.
Kaidah tangan kanan ini telah memberikan kemudahan kepada kita dalam
memahami misteri Ka’bah. ‘Kebetulan’, orang berthawaf mengelilingi
Ka’bah berputar berlawanan dengan arah jarum jam. Atau dalam kaidah itu
mengikuti putaran empat jari tergenggam. Apa dampaknya? Seperti telah
saya katakan, bahwa tubuh manusia ini sebenarnya mengandung listrik
dalam jumlah besar yang dibawa oleh milyaran bio elektron dalam tubuh
kita. Maka, dengan kata lain, kita sebenarnya bisa menyebut tubuh
manusia ini adalah kumpulan muatan listrik. Sehingga ketika ada jutaan
orang berthawaf mengelilingi Ka’bah, ini seperti ada sebuah arus listrik
yang sangat besar berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam
mengitari Ka’bah. Apa yang terjadi?
Di tengahnya, di Ka’bah khususnya lagi di Hajar Aswad terjadi medan
elektromagnetik yang mengarah ke atas. Kenapa begitu? Karena dalam hal
ini, Hajar Aswad telah berfungsi sebagai konduktor, seperti dijelaskan
dalam Kaidah Tangan Kanan. Bahkan bukan sekedar konduktor, melainkan
Superkonduktor!
Lantas, apa fungsi medan elektromagnetik yang sangat besar yang
keluar dari Ka’bah itu? Gelombang inilah yang akan membantu kekuatan
do’a orang-orang yang bermunajat di sekitar Ka’bah, khususnya yang
berada di dekat Hajar Aswad alias Multazam. Bagaimana menjelaskannya?
Pernahkah Anda mengamati seorang penyiar radio ketika dia sedang
bertugas? Pada saat seorang penyiar berbicara di depan mikrofonnya,
sebenarnya dia sedang menumpangkan suaranya pada gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan oleh peralatan pemancarnya.
Jika dia berbicara tanpa mikrofon, maka jarak jangkau suaranya
tidaklah terlalu jauh. Barangkali saat dia berteriak, suaranya hanya
bisa menjangkau puluhan meter saja. Akan tetapi ketika dia menggunakan
mikrofon, suaranya bisa menjangkau jarak yang lebih jauh.
Ini karena energi suaranya ‘diangkut’ oleh gelombang elektromagnetik,
yang lantas dipancarkan lewat menara pemancar dengan power yang besar.
Semakin besar powernya, maka semakin jauh pula Jarak tempuhnya. Bisa
menjangkau berkilo-kilometer, dari sumber suaranya.
Kita bisa mengambil analogi ini untuk menjelaskan hubungan antara
energi Ka’bah dan orang yang berdoa di dekatnya. Orang yang berdoa di
dekat Multazam, bagaikan seorang penyiar radio yang sedang bertugas. Dia
berada di depan ‘mikrofon’ Hajar Aswad. Maka ketika dia berdoa,
pancaran energi doanya itu akan ditangkap oleh superkonduktor Hajar
Aswad untuk kemudian dipancarkan bersama-sama gelombang elektromagnetik
yang mengarah ke atas akibat aktivitas orang berthawaf.
Maka energi doa kita akan ‘menumpang’ gelombang elektromagnetik yang
keluar dari Ka’bah itu, mirip dengan yang terjadi pada pancaran radio.
Kekuatan doa kita menjadi berlipat-lipat kali, karena terbantu oleh
power yang demikian besar dari Ka’bah menuju kepada Arasy Allah. Dalam
hal ini, Ka’bah telah berfungsi bagaikan sistem pemancar radio.
Karena power yang besar itu pula, maka berdoa di Multazam menjadi
demikian mustajab. Energi doa itu jauh lebih ‘cepat sampai’ kepada
Allah, dan cepat pula memperoleh balasannya. Karena itu, jangan sembrono
melakukan perbuatan perbuatan di Mekkah, karena respon atas perbuatan
kita itu demikian spontan. Hal ini telah banyak dibuktikan oleh
orang-orang yang menunakan ibadah haji.