Ibadah memutari Ka’bah tujuh kali (tawaf)
dengan kendaraan listrik sudah jadi kenyataan. Tidak lagi harus jalan
kaki, digendong, atau ditandu. Inilah oleh-oleh perjalanan umrah akhir
Ramadan saya tahun ini bersama istri, anak, menantu, dan cucu.
Hari itu, 14 Agustus 2012 saya berada di lantai empat Masjid Al
Haram. Pada jam delapan pagi matahari musim panas sudah terasa menyengat
di lantai yang menghadap ke langit itu. Sejak subuh saya memang berada
di situ. Menyelesaikan bacaan tiga juz terakhir Al Quran yang 30 juz
itu.
Legisan Sugimin, manajer ESQ yang menyertai umrah saya, lantas
membacakan doa khataman. Dengan perasaan lega, kami pun segera turun
dengan eskalator yang di dekat Zam Zam. Begitu banyak eskalator di dalam
masjid ini sehingga kalau salah pilih bisa kesasar jauh.
Dari eskalator inilah saya melihat di pelataran kecil di lantai tiga
banyak orang seperti latihan naik kendaraan listrik.
Mundur-maju-memutar. Bentuknya mirip kursi roda bermotor. Saya tertarik
berhenti untuk melihatnya. Ternyata itulah kendaraan listrik untuk tawaf
bagi orang yang tidak kuat berdesakan jalan kaki mengelilingi Ka’bah.
Kendaraan model baru ini rupanya laris. Saya hitung ada tujuh orang
yang sedang antre di loket. Ada yang sudah bisa langsung mengendarainya,
ada yang masih harus latihan.
Ini tentunya satu kemajuan. Dulu, orang tua atau orang yang tidak
mampu tawaf, harus menyewa orang untuk menggendongnya. Atau memikulnya.
Pemandangan seperti itu tidak terlihat lagi sejak lebih lima tahun lalu.
Mereka dibikinkan jalur khusus, seperti sosoran, menjorok dari lantai
dua. Di jalur khusus itu mereka dinaikkan kursi roda yang didorong oleh
keluarga atau petugas yang dibayar.
Dan sekarang kendaraan listrik menggantikannya.
Kalau tidak terkait dengan fikih (hukum acara ibadah) sebenarnya
membahas ini tidak menarik. Tapi fikih kendaraan listrik rupanya harus
diterima di zaman modern ini. Termasuk penentuan lokasi memutar yang
sudah agak di atas Ka’bah. Saya jadi teringat beberapa tahun lalu,
pernah tawaf di lantai empat yang menghadap langit itu. Tentu posisinya
juga sudah sangat tinggi. Dari lantai ini Ka’bah terlihat agak di bawah
sana. Meski terhindar dari berdesakan, tawaf di lantai empat ini
ternyata justru sangat lama. Satu putaran ternyata hampir 1 km.
Tekanan kian banyaknya jemaah haji (dan umrah) rupanya membuat
fasilitas yang ada harus selalu dilipatgandakan. Tempat lempar batu
(jumrah) dibikin bersusun. Tempat lari dari bukit Sofa ke bukit Marwa
(sya’i) juga dibuat bersusun. Yang di lantai empat sebenarnya sudah
tidak bisa merasakan jerih payah Siti Hajar saat mencarikan air bagi
bayi Ismail dengan cara lari bolak-balik menaiki dua bukit itu.
Tahun depan ada lagi yang dibuat bersusun: pelataran tawaf! Kelak
memutari Ka’bah bisa dilakukan di lantai baru. Saya sudah melihat video
perencanaannya. Hebat dan indah. Hebatnya pelataran tawaf susun ini
dibuat knock down. Bisa dibongkar pasang dengan cepat. Mungkin hanya
akan dipasang waktu musim haji atau umrah akhir Ramadan saja.
Untuk memasangnya hanya diperlukan waktu tiga hari. Tanpa mengganggu
ibadah di sekitar Ka’bah. Tenaga bongkar pasangnya tidak banyak. Sudah
lebih banyak menggunakan robot.
Tanpa usaha baru seperti itu lautan manusia yang bertawaf akan tidak
tertampung. Pada musim haji atau umrah akhir Ramadan, luapan manusia
memang luar biasa. Pada hari ke-27 bulan puasa (dipercaya sebagai hari
turunnya lailatul qadar, siapa beribadah di hari itu mendapat pahala
sebanyak ibadah selama seribu bulan) orang tarawih meluber ke mana-mana.
Jalan-jalan raya terpakai untuk tarawih sampai sejauh 2 km dari masjid.
Masjid yang sudah dibuat empat tingkat, yang halamannya terus
diperluas, yang hotel-hotel di sekitarnya sudah menyisihkan lantainya
untuk salat, masih juga belum cukup. Semua jalan menuju masjid menjadi
masjid itu sendiri.
Saya lihat Masjid Al Haram kini juga sedang diperluas (lagi). Ada
tambahan dua menara baru. Tapi kalau ekonomi negara-negara seperi
Indonesia, India, dan Afrika terus berkembang, semua perluasan itu tidak
akan cukup juga.
Kelak tidak ada jalan lain kecuali membatasi jumlah orang umrah
seperti membatasi orang berhaji sekarang ini. Belum lagi ekonomi
negara-negara seperti Uzbekistan, Kazakstan, Turki, dan Tiongkok juga
kian maju. Jangan lupa jumlah umat Islam Tiongkok lima kali lipat lebih
banyak dari umat Islam se-Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar